Apabila
kita berupaya memahami konsep tentang belanja dan mencarinya dalam Al-Quran,
kita akan dihadapkan pada kata INFAQ. Apakah makna infaq? Jika konsep infaq
dipahami sebagai konsep belanja, maka mengelola infaq sama dengan mengelola
uang belanja.
Suami
memberi infaq atau menafkahkan rezekinya kepada Istri. Lalu, kepada siapa Istri
memberikan infaq? Bagaimana Istri mengelola infaq nya?
Masalah
ini sangat penting dibahas karena ada hadist Nabi mengatakan: "Tidak akan
bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya
(dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang
ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya
dan ke mana dibelanjakannya, serta tubuhnya untuk apa digunakannya."
Pertanyaan
tentang: dari mana harta diperoleh dan ke mana harta di belanjakan, itu berarti
pertanyaan tentang bagaimana mengelola belanja, tentang bagaimana mengelola
infaq. Hadist tersebut juga memberikan isyarat pemahaman, bahwa ada dua sisi,
yaitu:
- dari mana
- ke mana
Harta
masuk dari satu sisi (dari mana) dan keluar dari sisi yang lain (ke mana).
Apakah di sini kita melihat ada penimbunan harta? Tidak! masuk dari sisi yang
satu dan keluar dari sisi yang lain.
وَلَا
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا
Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. [Al-Israa:29]
Ayat
di atas bisa dipahami dengan ayat ini
وَالَّذِينَ
إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ
قَوَامًا
Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan, dan
tidak pula kikir, dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang
demikian. [Al-Furqaan:67]
Kesimpulannya,
jangan sampai kita menjadi tercela dan menyesal. Maka jangan lakukan dua hal
ini:
- Menahan harta, menimbun harta, sehingga roda ekonomi lamban bergerak.
- Terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, menjadi boros, melampaui kebutuhan, atau tanpa perhitungan. Tidak bermanfaat pada diri sendiri ataupun orang lain.
Kita
pahami kalimat ini: menjadi tercela dan menyesal. Tercela karena menahan harta.
Menyesal karena berlebihan membelanjakan harta.
MALUUMAN
= Tercela = disalahkan
Contoh
kalimat: kita menjadi tercela karena perbuatan yang telah kita lakukan.
Atau
dalam kalimat lain: kita disalahkan karena perbuatan yang telah kita lakukan.
Para
penimbun, termasuk menimbun harta, merekalah yang menyebabkan krisis ekonomi.
Mereka harus dicela. Mereka harus disalahkan.
MAHSUURAN
= Menyesal.
Merugi.
Bangkrut karena berlebihan membelanjakan harta, tanpa perhitungan.
Menjadi
tercela dan menyesal karena telah menyia-nyiakan harta. Harta menjadi sia-sia,
tidak berfungsi sebagai penggerak ekonomi karena ditahan, ditimbun. Harta menjadi
sia-sia karena dikeluarkan begitu saja, boros, tanpa perhitungan.
Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak wanita
hidup-hidup dan serta membenci kalian dari qiila wa qoola (memberitakan setiap
apa yang didengar), banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta (HR. Bukhari)
Kembali
ke pertanyaan di awal, BAGAIMANA MENGELOLA BELANJA (INFAQ) ?
Pertama:
jangan menyia-nyiakan uang belanja (uang infaq) baik sia-sia karena ditimbun
begitu saja ataupun sia-sia karena dibelanjakan tanpa perhitungan. Hadist Nabi
berkata: jangan menyia-nyiakan harta. Dan Al-Quran berkata: kelola harta
sehingga berdaya, seperti kamu menanam benih, dari satu benih akan menghasilkan
700 benih (Qs.2:261) Satu orang menanam benih, banyak orang akan menikmati
buahnya yang berlimpah. Secara khusus, bagian ini akan dipaparkan dalam
pembahasan berikut insya Allah.
Kedua:
belanjakan dari apa yang telah Allah berikan sebagai rezeki. Jangan berhutang.
Menurut
ayat 2:3, 2:254, 4:39, 13:22, 14:31, 22:35, 28:54 Allah berfirman bahwa berinfaq
(membelanjakan harta) adalah dari apa yang Allah telah berikan, MIMMA
RAZAQNAHUM, dari apa yang Kami berikan kepada mereka. Ini berarti sedikit
ataupun banyak, dari apa yang Allah telah berikan, kita harus berinfaq dari
itu. Allah tidak menyebutkan suatu jumlah minimum yang harus kita punyai
sebelum berinfaq. Jika kita mempunyai sedikit, kita harus berinfaq dan jika
kita mempunyai banyak, kita juga harus berinfaq. Jika tidak punya, jangan
berhutang untuk infaq (belanja). Kepada yang tidak punya dikatakan: jangan
berhutang. Namun kepada yang rezekinya berlebih dikatakan: berikan pinjaman
(Qs.2:245) Dalam hadist riwayat Ibnu Majah dan Al-Baihaqi menyebutkan bahwa
sedekah berpahala sepuluh kali sedangkan pinjaman berpahala delapan belas
kalinya. Masya Allah, seperti inilah prinsip ekonomi Islam, saling
menguatkan satu sama lain.
Ketiga:
pada saat berkelebihan maupun kekurangan, harus tetap belanja (infaq). Yaitu
orang-orang yang berinfaq (belanja), baik di waktu lapang maupun sempit
(Qs.3:134) Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi infaq menurut
kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi infaq dari
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan apa yang diberikan Allah kepadanya, Allah kelak akan memberikan
kelapangan setelah kesempitan (Qs.65:7)
Keempat:
berinfaq (belanja) karena Allah, berinfaq (belanja) dengan cara
Allah (Qs.2:195,261) Lebih lanjut akan dipaparkan pada pembahasan
berikutnya insya Allah, karena ada orang-orang yang berinfaq untuk menghalangi
orang-orang lainnya dari jalan Allah.
Kelima:
berapa banyak? dari apapun yang berlimpah dan lebih harus dibelanjakan
(Qs.2:219) Jangan terlalu pelit dan jangan terlalu boros (Qs.17:19)
Keenam:
etika berinfaq. Perhatikan etika atau adab ketika mengeluarkan harta (infaq/belanja)
dari rezeki yang telah Allah berikan. Al-Quran memberikan petunjuk bagaimana
tatakrama berinfaq (belanja) Qs.2:262, Qs.2:264, Qs.4:38, Qs.2:274, Qs.13:22,
Qs.14:31, Qs.35:29, Qs.2:267, Qs.3:92 sebagai berikut:
- Tidak menceritakan pemberianmu (infaq/belanja) kepada orang-orang. Jaga perasaan mereka yang tidak mampu berinfaq atau berbelanja.
- Saat berinfaq (belanja) tidak menyakiti mereka dengan ucapan yang menyakitkan.
- Tidak mengingatkan mereka perihal kedermawananmu.
- Tidak mencela mereka yang kamu beri Infaq (belanja).
- Tidak pamer kepada manusia.
- Berinfaq dapat diakukan secara terbuka atau secara rahasia.
- Berinfaq (belanja) dari apa yang baik dan disukai.
- Berinfaq (belanja) dari hasil usaha yang baik dan dari hasil bum. Jangan memilih yang buruk
Ketujuh:
berinfaq (belanja) boleh kapan saja, siang dan malam (Qs.2:274), kapanpun kamu
mempunyai harta lebih dan ada yang membutuhkan. Tidak ada masa tunggu satu
tahun sebelum berinfaq (belanja)
Kedelapan:
Infaq (belanja) adalah perintah Allah sebagai sarana untuk memelihara
kehidupan. (Qs.2:254). Pengecualian bagi mereka yang benar-benar tidak punya
harta.
Kesembilan:
berinfaq (belanja) kepada siapa? Jauhi mereka yang berkarakter
kapitalisme. Berikut ini adalah mereka yang harus diprioritaskan menurut
Qs.2:233, Qs.4:9, Qs.2:215, Qs.2:273
- Orang tua, famili, keluarga terdekat. YYatim piatu, para janda, dan mereka yang hidup tanpa harapan.
- Mereka yang pendapatannya tidak mencukupi kebutuhan dasar mereka, pebisnis yang gagal, dan mereka mereka yang kehilangan pekerjaan.
- Musafir yang perlu bantuan, tunawisma, anak jalanan dan seseorang yang datang ke kotamu dalam kondisi miskin.
- Kaum fakir miskin yang menderita karena Allah dan tidak bisa merantau mencari rizki.
- Mereka yang tidak mampu berusaha di muka bumi untuk mencari penghidupan.
- Seseorang yang tidak acuh pada kondisi mereka, yang dikira bebas dari kekurangan,, karena mereka berpantang memohon. Tetapi kamu dapat mengenali mereka melalui tanda pada wajah mereka karena mereka tidak selalu meminta kepada orang-orang.
Demikianlah,
sangat penting bagi kaum muslimin mengetahui bagaimana cara mengelola uang
mereka. Oleh karenanya pendidikan bisnis menjadi penting diselenggarakan. Untuk
itulah, kita menyelenggarakan Kopdar Bisnis Biar Riba Raib untuk memaparkan
konsep ekonomi Islam kepada kaum muslimin. Mari saling membantu agar kegiatan
Kopdar Bisnis Biar Riba Raib dapat terselenggara dengan baik.
Penting
mengetahui bagaimana mengelola uang belanja (uang infaq). Untuk apa?
- Agar uang dapat beredar di kalangan kaum muslimin. Distribusi rezeki secara adil dan merata. Tidak berkelebihan dan tidak kekurangan. Roda ekonomi berputar lancar. Di sini, riba tidak akan menemukan ruang bergerak. Saat ini, karena uang tertimbun di suatu tempat (bank) maka riba pun leluasa semakin menjerat. Salah siapa? salahkan mereka yang menimbun uang. Cela mereka yang menimbun uang.
- Memberi tanpa menyakiti. Memberi dengan tetap memelihara harga diri. Mengangkat derajat seseorang agar tidak melulu berada di bawah. Penerima menjadi Pemberi. Untuk itu perlu kita pahami politik anggaran belanja. Penjelasan lebih lanjut dapat didiskusikan bersama Kantor Layanan Wilayah Riba Crisis Center [RCC].
- Belanja menjadi berdaya. Kaum muslimin yang berjumlah mayoritas kenapa bisa tersisihkan oleh mereka yang minoritas? tersisihkan secara ekonomi. Itu karena belanja kaum muslimin tidak berdaya. Padahal, konsep ekonomi tertulis sangat jelas dalam Al-Quran. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh para pegiatan ekonomi tanpa riba adalah membaca, mentadaburi, dan memahami Al-Quran dengan teliti. Itu semua tidak bisa dilakukan tanpa penafsiran yang jelas dan pemahaman yang menyeluruh terhadap maksud-maksud dan hukum-hukum ayat dalam Al-Quran. Secara aplikatif, Al-Quran Cordoba Multazam sangat memudahkan kita berinteraksi dengan Al-Quran.
- Ketika belanja menjadi berdaya, riba pun lenyap. Dengan belanja berdaya, pendidikan bisa gratis sampai S2, haji dan umroh bisa gratis, kesehatan bisa gratis, belanja urusan dapur pun menjadi sangat hemat.
Kesimpulan:
Infaq
= Belanja.
Belanja
sosial maupun belanja komersil.
Mari kita mengelola
belanja secara berjamaah agar belanja dapat berdaya untuk Indonesia Tanpa Riba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar